KEDATANGAN BANGSA BARAT KE NUSANTARA SERTA REAKSI PARA RAJA TERHADAP PENETRASI BARAT TERSEBUT
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan
hasil alamnya, baik berupa rempah-rempah ataupun hasil alam lainnya. Hal ini
dikarenakan letak gografisnya yang strategi yang diapit oleh dua benua dan dua
samudra, serta terletak tepat berada ditengah garis khatulistiwa. Oleh karena
itu, banyak para pedagang dari Asia Barat
yang datang dan memonopoli hasil kekayaan alam di Indonesia untuk meraih
keuntungan yang besar karena harganya yang mahal dan sangat laku dipasaran. Perkembangan dan pertumbuhan
Islam di Indonesia menyebabkan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Karena itu
Indonesia menjadi kaya raya, sehingga banyak bangsa barat yang datang,
diantaranya Pendaratan Portugis ke Malaka dan Nusantara dan Pendaratan Belanda
ke Indonesia. Namun, Selama
Portugis dan
Belanda menjajah
Nusantara, bukan berarti tidak ada perlawanan dari rakyat. Justru semua rakyat
di berbagai daerah melakukan perlawanan terhadap portugis dan Belanda.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah
Kedatangan Bangsa Barat
ke Nusantara?
2. Bagaimana Reaksi Para Raja terhadap Penetrasi Barat
ke Indonesia?
3. Apa saja Perang Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap
Penjajah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kedatangan Bangsa Barat ke
Nusantara
Selama berabad-abad
perairan Nusantara hanya dilayari oleh kapal-kapal dari Indonesia dan
Asia, seperti Cina, Peru, Gujarat, Benggala, Persia dan Arab. Akan tetapi, pada
abad ke-16 mulai terdapat suasana baru di perairan Indonesia. Pada abad ini
mulai muncul pelaut-pelaut Eropa di perairan Nusantara. Kemajuan ilmu dan
teknik pelayaranlah yang menyebabkan pelaut-pelaut Eropa mampu berlayar menggunakan kapal sampai perairan Indonesia.[1]
Perkembangan dan pertumbuhan Islam di Indonesia
menyebabkan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Karena itu Indonesia menjadi
kaya raya, sehingga banyak bangsa barat yang datang, diantaranya Portugis
(1512), disusul Spanyol (1521), lalu Prancis (1529), kemudian Belanda (1596),
selanjutnya Inggris datang.[2]
1.
PendaratanBangsa Portugis di
Malaka
Pada awal
penjajahan samudra, bangsa Portugis berhasil mencapai India pada tahun 1498 dan
pada tahun 1511 Portugis berhasil menguasai Malaka. Selanjutnya, Portugis
mengadakan hubungan dagang dengan Maluku yang merupakan daerah sumber utama
penghasil rempah-rempah di Indonesia. Pada tahun 1512 Alfonso de Albuquerque
mengirimkan beberapa buah kapal ke Maluku, kemudian kedatangannya disambut
dengan baik oleh masyarakat Maluku dengan tujuan agar Portugis dapat membeli
rempah-rempah dan membantu masyarakat Maluku menghadapi musuh-musuhnya.
Pada saat
kedatangan bangsa Portugis, Kesultanan Ternate di Maluku diperintah oleh Kaicil
Darus. Selanjutnya, Sultan Ternate meminta bantuan pada Portugis untuk
mendirikan benteng di Ternate untuk menghadapi serangan dari daerah lain. Pada
tahun 1522, Portugis mengabulkan permintaan Sultan Ternate dengan mendirikan
Benteng Saint John di Ternate. Pendirian
benteng tersebut harus dibayar mahal oleh Ternate karena Portugis menuntut
imbalan berupak hak monopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate dan memaksa
Sultan Ternate untuk menandatangani perjanjian monopoli perdagangan dengan
Portugis.
Perjanjian monopoli perdagangan
rempah-rempah tersebut ternyata menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Maluku
karena dilarang menjual rempah-rempahnya secara bebas. Selain itu, Portugis
telah menetapkan harga rempah-rempah yang dijual rakyat dengan harga murah. Kebijakan
tersebut merugikan rakyat Ternate sehingga memicu terjadinya permusuhan antara
rakyat Ternate dan Portugis. Selain mengadakan monopoli perdagangan
rempah-rempah di Maluku, bangsa Portugis juga menyebarkan agama Katolik yang
dilakukan oleh Fransiscus Xaverius.
2. Kedatangan Bangsa Spanyol
ke Nusantara
Bangsa Spanyol
tergabung dalam kapal Ekspedisi Magelhaens-Del Cano tiba pertama kali di Tidore
pada tahun 1521. Kedatangan Spanyol disambut baik rakyat Maluku yang sedang
bersengketa dengan Portugis. Kedatangannya merupakan keberhasilan bangsa
Spanyol dalammencari daerah sumber penghasil rempah-rempah. Namun, bagi
Portugis kedatangan Spanyol merupakan pelanggaran atas hak monopoli
perdagangannya di Maluku sehingga menimbulkan persaingan antara bangsa Portugis
dan Spanyol dalam perdagangan rempah-rempah di Maluku. Dalam konflik yang
terjadi tersebut, Sultan Ternate bersekutu dengan Portugis, sedangkan Sultan
Tidore bersekutu dengan Spanyol.
Untuk menyelesaikan sengketa di
Maluku tersebut Portugis dan Spanyol mengadakan perundingan yang dilaksanakan
di Saragosa (Spanyol) pada tahun 1529 dengan menghasilkan kesepakatan yang
disebut Perjanjian Saragosa. Yang isinya:
a.
Spanyol harus meninggalkan
Maluku dan melakukan perdagangan di Filipina.
b.
Portugis tetap melakukan kegiatan perdangan di
Kepulauan Maluku
Atas perjanjian
tersebut, Spanyol segera meninggalkan Maluku dan bangsa Portugis semakin
berusaha untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku dengan melakukan
praktik monopoli.
3.
Kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia
Pada bulan Juni 1596 Belanda
berhasil mendarat di Banten dengan memdapat sambutan
yang baik dari masyarakat Banten serta mendapatkan
izin untuk berdagang di Banten. Namun, akibat perlakuan Belanda yang
mengintimidasi rakyat Banten hingga menimbulkan permusuhan, oleh karena itu rakyat mengusir orang-orang Belanda dari Banten.Kemudian, armada Belanda
yang belum mendapatkan barang dagangan harus mundur dari Banten menuju ke
Kepulauan Maluku.
Pada tanggal 2 Oktober
1596 Belanda kembali ke Banten untuk mengadakan perjanjian persahabatan.
Orang-orang Belanda yang ditahan saat pertama kali datang ke Banten berhasil
dibebaskan setelah Belanda membayar tebusan. Pada tanggal 28 Oktober 1596
terjadi ketengan antara Belanda dengan Portugis yang saling berebut pengaruh
terhadap Sultan Banten. Dalam konflik tersebut, Portugis berhasil mengusir
Belanda dari Banten. Pada tanggal 28 November 1598, rombongan kapal dari Negeri
Belanda dibawah pimpinan van Neck dan van Waerwyck dengan delapan buah kapal
tiba di Banten.
Pada saat itu hubungan
Banten dengan Portugis memburuk sehingga kedatangan Belanda diterima dengan
baik oleh Sultan Banten. Sikap van Neck sangat berhati-hati dan berhasil
menarik simpati para pembesar Banten sehingga ketiga buah kapalnya penuh dengan
muatan rempah-rempah ketika hendak pulang ke Negerinya.[3]
B.
Reaksi Para Raja terhadap Penetrasi Barat
Sejak awal Belanda melihat bahwa dalam jaringan
perdagangan di Indonesia bagian barat itu sangat penting dan
pelabuhan-pelabuhan tersebut harus dikuasai. Akhirnya mereka memilih Jakarta
yang daerahnya paling lemah dan sebagai basis kegiatannya.
Pada tahun 1628 dan
1629Mataram dua kali melakukan serangan ke Batavia, namun gagal. Masuknya
pengaruh Belanda ke pusat kekuasaan Mataram dikarenakan Amangkurat II
(1677-1703) meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunojoyo,
adipati Madura, dan pemberontakan Kajoran. Pada masa Amangkurat III Mataram
mengalami krisis, sementara Belanda
telah menggerogoti wilayah dan kekuasaannya. Pada tahun 1755 Mataram pecah
menjadi Surakarta dan Yogyakarta ini dikarenakan meluasnya pengaruh
Belanda dalam pemerintahan Mataram dan
adanya konflik intern dalam istana. Tahun 1757 muncul kekuasaan Mangkunegara
dan akhirnya pada tahun 1813 kekuasaan Pakualam.
Sedangkan Banten yang
mengalami kemunduran disebabkan oleh politik monopoli VOC. Hubungan dagang
antara Banten dan Malaka sangat baik namun, ketika Ambon dan Banda diblokade
Belanda, perdagangan di Banten menyusut drastis karena perdagangan beralih ke
Makassar.Ketika Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta pada tahun 1651, hubungan
Banten denga Belanda menjadi runcing karena ia sangat memusuhi Belanda yang
dipandangnya menghalangi usaha Banten memajukan dunia perdagangan. Pada tahun
1656, dua kali kapal Belanda dirampas Banten, tetapi tidak menimbulkan perang
terbuka antara dua belah pihak. Penetrasi Belanda dalam dunia politik
seringkali memang justru “diundang” oleh konflik-konflik internal suatu
kerajaan atau konflik antar kerajaan di Indonesia.
Di Sulawesi, pada tahun
1626 dalam rangka menghadapi ekspansi Belanda, Gowa-Tallo melakukan ekspedisi
ke daerah sekitar yakni ke Buton, Solor, Sumbawa, Ende, dan Bima. Pada tahun
berikutnya ke Limboto yang dianggap sebagai kekuasaan Ternate. Pada tahun
1632-1633 telah dilakukan kembali ekspedisi ke Buton, yakni daerah yang
diperebutkan antara Makassar dan Ternate. Ternate berusaha mencari bantuan VOC
untuk menahan serangan Makassar. Ketika terjadi pertentangan mengenai monopoli
antara Gowa dan VOC, Sultan Gowa, Sultan Hasanuddin mengambil langkah
mengadakan pengawasan ketat terhadap Bone dan memperkuat pertahanan Makassar. Dalam pertempuran
antara Gowa dan Bone, Bone mengalami kekalahan besar. VOC bersekutu dengan
orang-orang Bugis itu, persekutuan Soppeng dan Bone, bahkan Belanda berhasil
mengajak Ternate untuk terlibat dalam peperangan melawan Makassar. Dalam
peperangan itu, Makassar mengalami kekalahan. Konfrontasi antara Makassar dan
VOC baru berakhir setelah diadakan genjatan senjata pada tanggal 6 November
1667, kemudian perjanjian Bongaya pada tanggal 13 November 1667. Dengan
demikian, monopoli yang merupakan tujuan VOC di Indonesia tercapai, baik di
Makassar maupun di Indonesia bagian Timur.
Namun, peperangan antara
Makassar disatu pihak, VOC dan Bugis dipihak lain berkobar kembali. Makassar
kembali dilanda kekalahan, bahkan istananya mendapatkan serangan pada tahun
1669 yang membuat Sultan Hasanuddin terpaksa mengungsi. Sebelum istana Somboapu
jatuh, Sultan Hasanuddin turun dari tahta dan diganti oleh putra I Mappasomba,
Sultan Amir Hamzah. Kekalahan Gowa ini membuatnya berada dibawah kekuasaan
Bone.
Penetrasi politik Belanda
juga terjadi di kerajaan Banjarmasin. Pada awal abad ke-17 Belanda bersusah
payah untuk mendapatkan izin berdagang. Namun akhirnya Belanda diusir dari Banjar
karena dipandang dapat merugikan pedagang Banjar sendiri. Kemudian Inggris
datang dengan tujuan yang sama dan diperlakukan sama pula seperti sebelumnya,
yakni mengusir Inggris dari kerajaan dengan alasan yang sama. Pada abad ke-18
Banjar didatangi kembali oleh pedagang Belanda. Mereka mendekati Sultan
Tahlilillah dan pada tahun 1734, mereka berhasil mengadakan perjanjian dengan
mendapatkan fasilitas perdagangan di kerajaan itu.
Terdapatnya kesempatan
untuk memperbesar pengaruh dalam kerajaan Banjar baru mereka peroleh ketika
terjadi konflik antara Pangeran Amir dan Pangeran Nata. Pangeran Amir yang
lebih disenangi rakyat tersingkir dalam persaingan memperebutkan tahta kerajaan
dengan Pangeran Nata yang mendapat bantuan dari Belanda. Pangeran Amir akhirnya
ditangkap dan dibuat ke Ceylon.
Semenjak kemenangan Pangeran Nata tersebut, kekuasaan Belanda semakin besar
dan kokoh dan wilayah kekuasaan Belanda semakin bertambah. Hal ini berlangsung
terus dan hanya diselingi oleh Inggris pada tahun 1811 dan 1816 M. Seluruh
wilayah kesultanan Banjarmasin kecuali daerah Hulu Sungai, Martapura, dan
Banjarmasin sudah masuk ke dalam kekuasaan Belanda. Hal itu didasarkan pada
perjanjian yang dibuat antara Sultan Adam Alwasik Billah (memerintah tahun
1825-1857) denganBelanda, 4 Mei 1826. Secara de facto, Belanda
sudah menjadi penguasa politik.
Di Sumatera,
kerajaan-kerajaan Islam dengan cepat jatuh ke bawah kekuasaan Belanda, kecuali
kerajaan Aceh. Karena setelah Malaka dikuasai Portugis, Jambi menjadi pelabuhan
penting, sebagaimana halnya Aceh. Setelah Malaka jatuh ketangan Belanda tahun
1641 terbentuklah aliansi baru antara Jambi, Plembang dan Makassar. Namun,
aliansi tersebut menjadi berantakan karena satu per satu para anggotanya
terpaksa harus menandatangani kontrak dengan VOC.
Pada tahun 1663, penetrasi
VOC ke Minangkabau dijalankan dengan menggunakan berbagai strategi. Panglima
Aceh yang berkedudukan di Minangkabau dan raja Minangkabau diberi kredit dalam
transaksinya. VOC menuntut jabatan wali negara ditempatkan disana dan secara de
facto berarti kekuasaan berada ditangan VOC. Lalu, dengan cepat VOC
mengadakan kontrak dengan daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan kerajaan
Minangkabau. Akibatnya hubungan baik antara Minangkabau dan Aceh terputus.[4]
C.
Perlawanan Bangsa Indonesia
terhadap Penjajah
Ø Perlawanan
terhadap Kekuasaan Portugis
Selama Portugis
menjajah Nusantara, bukan berarti tidak ada perlawanan dari rakyat. Justru
semua rakyat di berbagai daerah melakukan perlawanan terhadap portugis.
Perlawaan tersebut antara lain sebagai berikut :
1.
Perlawanan Rakyat Aceh
Kerajaan Aceh
merupakan saingan terberat dalam dunia perdaganga, karena pedagang muslim
mengalihkan perdagangannya ke Aceh Darussalam. Keadaan ini tentu sangat
merugikan portugis secara ekonomis, karena aceh kemudian tumbuh menjadi
kerajaan dagang yang sangat maju. Melihat kemajuan Aceh, Portugis selalu
berusaha menghancurkannya, tetapi selalu menemui kegagalan. Keberhasilan Aceh
dari ancaman Portugis disebabkan oleh beberapa hal berikut:
a.
Aceh berhasil bersekutu dengan Turki, Persia, dan
India.
b.
Aceh memperoleh bantuan kapal, prajurit, dan makanan
dari pedagang.
c.
Kapal Aceh dilengkapi persenjataan yang cukup baik
dan para prajurit yang tangguh.
2.
Perlawanan Kerajaan Demak
Untuk
menyingkirkan Portugis dari Malaka, Pangeran Sabrang Lor atau Pati Unus
menghimpun dan mengirimkan pasukan dari jawa , Makasar, Lampung dan bekerja
sama dengan kerajaan Aceh untuk merebut pelabuhan malaka. Namun, upaya ini
gagal karena kalah persenjataan, bahkan Pati Unus tertembak, meskipun masih
selamat sampai di jawa. Untuk menghalangi kekuasaan Portugis atas jawa,
pengganti pati Unus, yaitu Sultan Trenggana, memperluas kekuasaan ke Jawa Barat
dan Jawa Timur. Tetapi, pasuruan dan Blambangan tidak berhasil ditaklukkan.
3.
Perlawanan Rakyat Maluku
Portugis pertama
kali mendarat di Maluku di Kerajaan Ternate pada tahun 1511, setelah menguasai
mereka mengenai Kerajaan Malaka. Kedanagan berikutnya pada tahun 1513 bertujuan
menjalin kerja sama di bidang perdagangan terutama rempah-rempah dengan Kerajaan
Ternate, Tidore, Bacan, dan beberapa Kerajaan kecil disekitarnya. Hubungan
Kerja sama di bidang perdagangan antara rakyat Maluku dengan Portugis saat itu
dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, ternate merasa dirugikan oleh Portugis
karena keserakahan mereka dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli
perdagangan rempah-rempah.
Pada
tahun 1533, Sultan Ternate menyeru kepada seluruh rakyat Maluku, Papua/Irian
dan Jawa agar membantu Ternate untuk mengusir Portugis di Maluku. Perlawanan
tersebut dengan perundingan damai, dan bangsa portugis diberi kesempatan untuk
bertempat tinggal sementara di Ternate.
Pada
tahun 1570, rakyat ternate dipimpin oleh Sultan Hairun
dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis yang masih berusaha
menguasai perdagangan. Namun Sultan Hairun dapat diperdaya Portugis hingga
akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Perlawanan rakyat Maluku
terhadap Portugis selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574.
Perlawanan rakyat Ternate kali ini berhasil, dan bangsa Portugis diusir, yang
kemudian bermukim di pulau Timor.[5]
Ø Perlawanan
terhadap Penjajahan Belanda
1.
Perlawanan Kaum Padri
Perang Padri terjadi di Minangkabau Sumatera Barat
antara tahun 1821-1839. Perang Padri ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, yang
dibantu oleh para Ulama' lain. Pusat kekuasaan Minangkabau berada di
Paragruyung.disini raja hanya dijadikan sebagai lambang kekuasaan, sedangkan
kekuasaan yang sesungguhnya berada di tangan para tetua/penghulu kaum adat.
Kedatangan Islam di daerah Minangkabau tidak dapat
mempengaruhi kaum adat.Karena meskipun telah memeluk Islam, kebiasaan hidup
lama masih tetap dipertahankan kaum adat seperti minum-minuman keras, berjudi,
menyabung ayam dan hal-hal lain yang dilarang dalam Islam. Perubahan mulai
terjadi pada abad ke-20 dengan kedatangan ketiga orang haji asal Minangkabau
dari Mekkah, yaitu Haji Miskin (dari Pandai Sikat), Haji Sumanik (dari VIII
Kota), dan Haji Piabang (dari 50 Kota) pada tahun 1803. Dalam pandangan
mereka, masyarakat Minangkabau saat itu
telah jauh menyimpang dari apa yang di ajarkan agama dan mereka bertekad untuk
meluruskannya. Gerakan para Haji tersebut dikenal dengan sebutan gerakan Padri
yang bertujuan untuk memperbaiki masyarakat Minangkabau dan akan
mengembalikannya pada keadaan yang sesuai dengan ajaran Islam.[6]
Pada mulanya, gerakan ini dilakukan melalui ceramah
disurau dan masjid.Konflik terbuka yang terjadi antara kaum padri dengan kaum
adat bermula ketika kaum adat mengadakan pesta menyabung ayam di
KampungBatabuh.Kemudiankaumadatinimemintabantuan kepada pemerintah Hindia
Belanda yang disambutdengansenanghati.Pada tanggal 21 Februari 1821, perjanjian
antara kaum adatdanBelandaditandatangani.Sejakitulah, perangantara kaum padri
yang didukung oleh rakyat, melawan pasukan Belanda dimulai.
PadapeperanganpertamainiBelandamengalamikekalahansehinggamembuatperjanjiandamaipadatanggal
22 Januari 1824.NamunpihakBelandamengkhianatinya, yang kemudian kembali terjadi
peperangan. Pada perang yang kedua ini Belanda juga mengalami kesulitan
sehingga pada tanggal 15 September 1825 kembali diadakan perjanjian damai, yang
dimaksudkan agar Belanda dapat mengkonsentrasikan kekuatannya untuk menghadapi
perang di Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Pihak Belanda kembali
mengkhianati perjanjian itu dan mulai memerangi kaum padri ini, sampai pada
akhirnya Belanda mengalami kesulitan dan mencoba mengadakan perjanjian damai
kembali yang dikenal dengan Plakat Panjang, tanggal 23 Oktober 1833.Akan
tetapi, kaum Padri sudah tidak mempercayai Belanda lagi dan terus
melawannya.Pada tanggal 16 Agustus 1837, Belanda berhasil mengalahkan kaum
Padri dengan segala kelicikan dan tipu muslihatnya.Mereka menyerang daerah
Bonjol yang menjadi Benteng pertahanan serta Markas kaum Padri secara mendadak
seminggu setelah perjanjian damai dibuat.Pada tanggal 28 Oktober 1837, Tuanku
Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke cianjur kemudian dipindahkan ke Ambon
dan terakhir ke Menado sampai beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Meskipun Padri kalah ditangan Belanda, gerakan ini
berhasil mecapai tujuannya dalam memperkuat posisi agama, yang
diidentifikasikan sebagai satu-satunya standar perilaku. Selain itu, adat
Islamiyah dilahirkan menjadi adat yang berlaku,
sedangkan adat yang bertentangan dengan Islam dipandang sebagai adat
jahiliyah yang terlarang.[7]
2.
Perang Diponegoro
Perang Diponegoro
di sebut juga Perang Jawa. Perang Diponegoro
berlangsung hampir di seluruh jawa antara tahun 1825-1830. Perang ini merupakan
perang terbesar yang terbesar dalam perintahanKolonial Belanda di Jawa. Faktor
ekonomi lain yang menimbulkan kegelisahan rakyat adalah peraturan pemerintah
Hindia Belanda yang menetapkan bahwa semua penyewa tanah oleh pengusa Eropa
dari penguasa dan Bangsawan peribumi dibatalkan dengan mengembalikan uang sewa.
Peristiwa yang
memicu peperangan adalah rencana pemerintah Hindia Belanda untuk membuat jalan yang menerobos tanah
milik panggeran Diponegoro dan harus membongkar makamkeramat. Patok-patok yang
ditanam oleh pemerintah di cabut oleh pihak Diponegoro. Ia menuntut agar rencana pembuatan
jalan itu di alihkan danPatih Danurejo IV diganti. Pada tahun 1826, jalan
perang menunjukan pasang surut. Banyak korban berguguran di pihak belanda.
Tahun 1827, Belanda memperkuat diri dengan melakukan benteng stelsel untuk
mempersempit gerak tentara Diponegoro.Belanda juga mengerahkan bantuan dari negara asalnya
sekitar tiga ribu orang.
Pihak pangeran Diponegoro mulai terdesak sedikit demi sedikit.
Pada tahun 1827,Kiai Mojo sedia berunding dan mengadakan genjatan senjata
dengan Belanda. Hal tersebut merupakan pukulan tersemdiri bagi pangeran Diponegoro. Pada waktu merayakan Idul Fitri, 28 maret 1830, pangeran Diponegoro di undang ke rumah residenuntuk
melanjutkan perundingan.
3. Perang Aceh
Perang Acehberlangsung
selama 31 tahun, antara tahun 1873-1904. Belanda memang membutuhkan waktu lama
untuk memadamkan perang itu,mengingat perang ini melibatkan seluruh rakyat
Aceh. Perang melawan Belanda sehingga rakyat bersedia bertempur sampai titik
darah penghabisan. Dukungan rakyat Aceh juga di karenakan peranan para Uleebalang(hulubalang) dan ulama.. Kewibawaan mereka disambut dengn loyalitas yang tinggi dari rakyat.
Pada tahun 1877,
Belanda menyerbu dengan kekuatan penuh dari darat dan laut. Beberapa daerah
berhasil di kuasai. Di tempat-tempat ini segera didirikan pos-pos militer yang berhubungan satu sama
lain. Pembangunan pos-pos ini di maksudkan untuk mempersempit ruang gerak
lascar Aceh.
Rupanya Belanda menggunakan
siasat Benteng Stelsel untuk
menguasai Aceh.
Namun dengan cerdik,gerilya Aceh merusak jalan-jalan ataupun jembatan
pemghubung. Setelah komunikasi antar pos diputuskan,serangan menggempur tiap
pos..
Akibat serangan ini
pertahanan Belanda sangat menderita, dan diperparah dengan terjangkitnya wabah penyakit kolera di sekitar
pos-pos tersebut.
Tidak efektifnya
siasat benteng Stelsel mendorong
Belanda untuk mengubah siasat penyerangan, siasat yang digunakan kali ini
adalah Concetratie Stelsel. Dalam siasat
ini, Kutaraja ditempatkan sebagai pusat pertahanan. Lalu kota ini dikelilingi
setengah lingkaran oleh benteng-benteng berjarak 5-6km dari kota. Antar benteng
dihubungkan dengan trem. Meskipun lebih hemat dan praktis, siasat ini justru
memberi peluang lascar Aceh untuk memperhebat
serangan gerilya.
4. Perang Banjar di Kalimatan
Perang Banjar
berlangsung antara tahun 1854-1864M, berawal dari ketidak senangan rakyat
Banjar terhadap tindakan campur tangan pemerintah kolonial dalam urusan intern kerjaan. Ketidaksenangan itu
memuncak saat pemerintah mengakui Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan Banjar.
Sultan baru itu tidak disenangi rakyat. Sehingga menimbulkan pemberontakan yang dimotori
oleh Pangeran Prabu Anom dan Pangeran Hidayat.
Meskipun kemudian pangeran Prabu Anom dapat ditangkap, perlawanan
berlanjut terus di seluruh Banjar.
Pengangkatan Pangeran Tamjid menjdi sultan menimbulkan
kekecewaan dikalangan rakyat dan para pembesar lainnya. Akibatnya terjadi kericuhan di dalam wilayah kerajaan
Banjarmasin. Melihat hal ini, Belanda
kembali memasuki persoalan politik untuk mengambil keuntungan yang lebih besar.
Ia kemudian diturunkan dari tahta dan kekuasaannya di ambil oleh Belanda.
Pengambilalihan
kekuasaan itu mengalihkan penentangan rakyat yang semula di arahkan kepada Sultan Tajmidillah, kini ditujukan kepada
pemerintah kolonial Belanda. Ketika itulah perang Banjarmasin di anggap
dimulai. Perlawanan rakyat terhadap Belanda berkobar di daerah-daerah yang di
pimpin olehPangeran Antasari yang berhasil menghimpun pasukan sebanyak 3600
orang yang menyerbu pos-pos Belanda. Ia di dukung oleh pembesar-pembesar
kerajaan lainnya. Pangeran Hidayat sendiri berbelot kepada Pangeran Antasari
untuk bersama-sama melawan Belanda.
5. Pemberontakaan Rakyat di Cilegon Banten
Pemberontakan
rakyat di Cilegon Banten terjadi pada tahun 1888 yang di pimpin oleh K.H.Wasid bersama
H.Ismail dan para ulama lainnya, Kemurkaanrakyat Cilegon dikarenakankelaparaan, serta kematian ternak yang di tembaki Belanda
dengan semena-mena, dan juga kebencian yang telah berkumpul karna
melihat keangkuhanpegawai pemerintah Belanda, pengekangan penjajahan terhadap pengalaman ajaran Islam, serta berbagai
sebab lain menjadi pemicu perlawanan rakyat Cilegon terhadap Belanda. Para
pemimpin pemberontakan rakyat terhadap Belanda di Cilegon sebagian besar adalah
murid-murid yang pernah belajar kepada Syaikh Nawawi Al-Bantani seorang ulama
besardi Arab yang berasal dari Banten
Pada tanggal 9 Juli 1888 pukul 16.00 WIB, para pemberontak bergerak
mengepung daerah Cilegon. Dalam pemberontakan ini pihak Belanda mendapat batuan
pasukan dari daerah Serang, sehingga perlawanan rakyat menjadi melemah. Pimpinan perang K.H Wasyid dihukum
gantung oleh Belanda. Adapun para pimpinan yang lain di buang ke wilayah yang
lain,seperti H.Abdurahman dan H.Aqib dibuang ke banda akan tetapi,walaupun
pemberontakan rakyat dapat di padamkan oleh pihak penjajah Belanda,semangat
rakyat untuk bersatu melawan penjajahan terus berkobar dihati rakyat Banten.
Dalam hal ini
peran para ulama dalam perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajah sangat
besar. Ketika bangsa Indonesia melawan penjajah,tidak sedikit peran para ulama
yang ikut andil bagian sebagai pejuang.
6. Perang Makasar
Raja Gowa ke-12 adalah Daeng Matawang yang
bergelar Sultan Hasanudin. Perang Makasar bermula akibat sikap Belanda yang mau
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Belanda tidak senang rakyat
Makasar berdagang rempah-rempah di Maluku,karena kegiatan ini merugikan
perdagangan Belanda. Oleh karena itu,untuk melaksanakan keinginan tersebut Belanda
harus menaklukan kerajaan Gowa dan kerajaan Bone di Sulawesi Selawat.
Langkah pertama VOC yaitu dengan menduduki Buton
yang merupakan daerah kekuasaan Gowa.
Perang pertama
kali terjadi pada bulan April 1655,angkatan laut
Gowamenyerang Belanda dipulau Buton dibawah
pimpinan Sultan Hasanudin, dan
berhasil memukul mundur Belanda. Pada tanggal 1 Januari 1667, Belanda kembali mencoba
merebut Buton dari tangan Gowa dengan bantuan Arung Palaka
yang membawa 15.000 orang.
Pada 7-10 Juli
1667 pasukan Gowa sebanyak 7000
orang mempertahankan Bantaeng
dari serbuan Belanda,karena seluruh kekuatan Belanda dipusatkan ke Bantaeng Barombong,akhirnya pasukan Arung Palaka
dapat menguasai pertempuran.
Untuk membalas
jasanya,Arung Palaka diangkat
oleh Belanda menjadi Raja Bone menggantikan LA Maderremeng. Perjanjian Bongaya tidaklah sepenuhnya di patuhi Gowa,oleh karena itu pada tanggal 27 Juni
terpaksa Sultan Hasanudin memperkuat perjanjian Bongaya dengan membubuhkan cap kerajaan,setelah anggota Majelis
pemerintahan Gowa
menandatangani.
Demikian pula dengan kerajaan Islam Bone, raja dan rakyatnya sangat
menentang penjajahan Belanda. Berikut merupakan raja-raja yang terlibat dalam
perlawanan terhadap Belanda, Sultanah Saleha Rabiyatuddin, Sultanah Tenriwaru
Besse Kajuara, Raja La Pawawol Karaeng Sigeri, dan Haji Raja Mampanyuki yang
merupakan raja Bone terakhir.
7.
Perang Jambi (1858-1907)
Perang Jambi
terjadi di Jambi antara Belanda dengan pihak kesultanan Jambi. Hubungan kesultanan Jambi dengan Belanda
dimulai sejak Sultan Abdul Kahar(1615-1643M). Sultan ini mengizinkan Belanda
membuka perwakilan dagangnya di Jambi.
Ketika masa
pemerintahan Sultan Tahaningrat yang bergelar Sultan Thaha Saefudin (1816-1904)
berkuasa,ia meninjau kembali
perjanjian-perjanjian yang pernah dibuat para Sultan terdahulu dengan Belanda,
yang ternyata perjanjian-perjanjian tersebut banyak merugikan pihak kerajaan.
Sikap Sultan Thaha Saefudin yang nonkooperatif terhadap Belanda membuat Belanda melakukan permusuhan dengan
Sultan. Belanda mengirimkan pasukan ke muara Kumpeh dibawah pimpinan Mayor Van Langen dengan kekuatan 30 kapal perang. Sultan
Thaha juga menyiapkan kekuatan yang
dimilikinya dengan kekuatan 30 kapal perang sebagai tandingan yang disiapkan di
Muara Tembesi. Pertempuran pun tidak dapat dielakan.
Pada tahun 1980 kedudukan Belanda di Surolangun Rawas diserang pasukan
Haji Kaemang Rantau. Belanda mendatangkan bantuan pasukan dari luar daerah.
Kemudian pada pertempuran tahun 1902 tidak kurang dari 500 pasukan Belanda
tewas. Pasukan Kesultanan Jambi mangadakan serangan dengan taktik perang
gerilya untuk menghadapi Belanda sehingga Belanda kesulitan menghadapi pasukan
Jambi.
Demikianlah
perjuangan rakyat dan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajahan Belanda. Dalam
berbagai wilayah, perjuangan rakyat melawan Belanda juga terjadi di mana-mana.
Selain peperangan yang di sebutkan di atas, masih terdapat peperangan lain yang
tidak kalah penting dalam upaya mencapai kemerdekaan dan kedaulatan Bangsa.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Indonesia adalah Negara yang Kaya akan Kekayaan alamnya oleh sebab itu pada
awalnya, kedatangan Bangsa Eropa ke
Indonesia bertujuan hanya untuk membeli rempah-rempah para petani Indonesia.
Namun, dengan semakin meningkatnya kebutuhan industri di Eropa akan
rempah-rempahnya mereka kemudian mengklain daerah-daerah yang mereka kunjungi
sebagai daerah kekuasaanya. Di tempat-tempat itu, Bangsa Eropa Memonopoli
perdagangan rempah-rempah akan tetapi rakyat indonesia selama Portugis dan Belanda menjajah
Nusantara, bukan berarti tidak ada perlawanan dari rakyat. Justru semua rakyat
di berbagai daerah melakukan perlawanan terhadap portugis dan Belanda.
B. Saran
Setelah melihat hal-hal tersebut maka dapat kita jadikan sebagai pedoman untuk menghindari
kolonialisme oleh bangsa lain dengan cara kita mengelola dan elestarikan
kekayaan alam yang ada di Negara kita dengan baik dan cerdas hasil bumi ibu
Pertiwi kita, Maka tugas kita sebagai Mahasiswa harus meningkatkan belajar kita
dengan penuh semangat dan giat agar kita tidak mudah untuk dibodohi oleh bangsa
lain, dan selalu menanamkan berpikir rasional serta positif agar tidak mudah
diadu dombakan oleh bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir.
2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
AMZAH
Herimanto dan Eko Targiyatmi.
2014. Sejarah
: Pembelajaran Sejarah Interaktif. Solo:
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Sudirman,
Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Yogyakarta:
Diva Press
Syukur NC, Fatah. 2010. Sejarah Peradaban Islam.Semarang: PT
Pustaka RizkiPutra.
Yatim, Badri. 2014. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: Rajawali Press
[1]Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: AMZAH, 2009), hlm 372
[2]Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2010),
hlm. 214
[3]Herimanto dan Eko Targiyatmi, Sejarah, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2014), hlm. 4-6
[5]Adi Sudirman, Sejarah
Lengkap Indonesia, (Yogyakarta: Diva Press, 2014), hlm. 235-238
[6]Herimanto, Op.Cit,
hlm. 31
[7]Badri Yatim,Op.Cit, hlm. 244
[8]Samsul Munir Amin, Op.Cit, hlm. 398-407
Komentar
Posting Komentar