KEDATANGAN BANGSA BARAT KE NUSANTARA SERTA REAKSI PARA RAJA TERHADAP PENETRASI BARAT TERSEBUT



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan hasil alamnya, baik berupa rempah-rempah ataupun hasil alam lainnya. Hal ini dikarenakan letak gografisnya yang strategi yang diapit oleh dua benua dan dua samudra, serta terletak tepat berada ditengah garis khatulistiwa. Oleh karena itu, banyak para pedagang dari Asia Barat  yang datang dan memonopoli hasil kekayaan alam di Indonesia untuk meraih keuntungan yang besar karena harganya yang mahal dan  sangat laku dipasaran. Perkembangan dan pertumbuhan Islam di Indonesia menyebabkan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Karena itu Indonesia menjadi kaya raya, sehingga banyak bangsa barat yang datang, diantaranya Pendaratan Portugis ke Malaka dan Nusantara dan Pendaratan Belanda ke Indonesia. Namun, Selama Portugis dan Belanda menjajah Nusantara, bukan berarti tidak ada perlawanan dari rakyat. Justru semua rakyat di berbagai daerah melakukan perlawanan terhadap portugis dan Belanda.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah  Kedatangan  Bangsa  Barat  ke  Nusantara?
2.      Bagaimana Reaksi Para Raja terhadap Penetrasi Barat ke Indonesia?
3.      Apa saja Perang Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Penjajah?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kedatangan Bangsa Barat ke Nusantara
Selama berabad-abad  perairan Nusantara hanya dilayari oleh kapal-kapal dari Indonesia dan Asia, seperti Cina, Peru, Gujarat, Benggala, Persia dan Arab. Akan tetapi, pada abad ke-16 mulai terdapat suasana baru di perairan Indonesia. Pada abad ini mulai muncul pelaut-pelaut Eropa di perairan Nusantara. Kemajuan ilmu dan teknik pelayaranlah yang menyebabkan pelaut-pelaut Eropa mampu berlayar  menggunakan kapal sampai perairan Indonesia.[1]
Perkembangan dan pertumbuhan Islam di Indonesia menyebabkan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Karena itu Indonesia menjadi kaya raya, sehingga banyak bangsa barat yang datang, diantaranya Portugis (1512), disusul Spanyol (1521), lalu Prancis (1529), kemudian Belanda (1596), selanjutnya Inggris datang.[2]
1.   PendaratanBangsa Portugis di Malaka
Pada awal penjajahan samudra, bangsa Portugis berhasil mencapai India pada tahun 1498 dan pada tahun 1511 Portugis berhasil menguasai Malaka. Selanjutnya, Portugis mengadakan hubungan dagang dengan Maluku yang merupakan daerah sumber utama penghasil rempah-rempah di Indonesia. Pada tahun 1512 Alfonso de Albuquerque mengirimkan beberapa buah kapal ke Maluku, kemudian kedatangannya disambut dengan baik oleh masyarakat Maluku dengan tujuan agar Portugis dapat membeli rempah-rempah dan membantu masyarakat Maluku menghadapi musuh-musuhnya.
Pada saat kedatangan bangsa Portugis, Kesultanan Ternate di Maluku diperintah oleh Kaicil Darus. Selanjutnya, Sultan Ternate meminta bantuan pada Portugis untuk mendirikan benteng di Ternate untuk menghadapi serangan dari daerah lain. Pada tahun 1522, Portugis mengabulkan permintaan Sultan Ternate dengan mendirikan Benteng Saint  John di Ternate. Pendirian benteng tersebut harus dibayar mahal oleh Ternate karena Portugis menuntut imbalan berupak hak monopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate dan memaksa Sultan Ternate untuk menandatangani perjanjian monopoli perdagangan dengan Portugis.
            Perjanjian monopoli perdagangan rempah-rempah tersebut ternyata menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Maluku karena dilarang menjual rempah-rempahnya secara bebas. Selain itu, Portugis telah menetapkan harga rempah-rempah yang dijual rakyat dengan harga murah. Kebijakan tersebut merugikan rakyat Ternate sehingga memicu terjadinya permusuhan antara rakyat Ternate dan Portugis. Selain mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku, bangsa Portugis juga menyebarkan agama Katolik yang dilakukan oleh Fransiscus Xaverius.
2.   Kedatangan Bangsa Spanyol ke Nusantara
Bangsa Spanyol tergabung dalam kapal Ekspedisi Magelhaens-Del Cano tiba pertama kali di Tidore pada tahun 1521. Kedatangan Spanyol disambut baik rakyat Maluku yang sedang bersengketa dengan Portugis. Kedatangannya merupakan keberhasilan bangsa Spanyol dalammencari daerah sumber penghasil rempah-rempah. Namun, bagi Portugis kedatangan Spanyol merupakan pelanggaran atas hak monopoli perdagangannya di Maluku sehingga menimbulkan persaingan antara bangsa Portugis dan Spanyol dalam perdagangan rempah-rempah di Maluku. Dalam konflik yang terjadi tersebut, Sultan Ternate bersekutu dengan Portugis, sedangkan Sultan Tidore bersekutu dengan Spanyol.
            Untuk menyelesaikan sengketa di Maluku tersebut Portugis dan Spanyol mengadakan perundingan yang dilaksanakan di Saragosa (Spanyol) pada tahun 1529 dengan menghasilkan kesepakatan yang disebut Perjanjian Saragosa. Yang isinya:
a.         Spanyol harus meninggalkan Maluku dan melakukan perdagangan di Filipina.
b.        Portugis tetap melakukan kegiatan perdangan di Kepulauan Maluku
Atas perjanjian tersebut, Spanyol segera meninggalkan Maluku dan bangsa Portugis semakin berusaha untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku dengan melakukan praktik monopoli.
3. Kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia
            Pada bulan Juni 1596 Belanda berhasil mendarat di Banten dengan memdapat sambutan yang baik dari masyarakat Banten serta mendapatkan izin untuk berdagang di Banten. Namun, akibat perlakuan Belanda yang mengintimidasi rakyat Banten hingga menimbulkan permusuhan, oleh karena itu rakyat  mengusir orang-orang Belanda dari Banten.Kemudian, armada Belanda yang belum mendapatkan barang dagangan harus mundur dari Banten menuju ke Kepulauan Maluku.
            Pada tanggal 2 Oktober 1596 Belanda kembali ke Banten untuk mengadakan perjanjian persahabatan. Orang-orang Belanda yang ditahan saat pertama kali datang ke Banten berhasil dibebaskan setelah Belanda membayar tebusan. Pada tanggal 28 Oktober 1596 terjadi ketengan antara Belanda dengan Portugis yang saling berebut pengaruh terhadap Sultan Banten. Dalam konflik tersebut, Portugis berhasil mengusir Belanda dari Banten. Pada tanggal 28 November 1598, rombongan kapal dari Negeri Belanda dibawah pimpinan van Neck dan van Waerwyck dengan delapan buah kapal tiba di Banten.
            Pada saat itu hubungan Banten dengan Portugis memburuk sehingga kedatangan Belanda diterima dengan baik oleh Sultan Banten. Sikap van Neck sangat berhati-hati dan berhasil menarik simpati para pembesar Banten sehingga ketiga buah kapalnya penuh dengan muatan rempah-rempah ketika hendak pulang ke Negerinya.[3]
B.     Reaksi Para Raja terhadap Penetrasi Barat
Sejak awal Belanda melihat bahwa dalam jaringan perdagangan di Indonesia bagian barat itu sangat penting dan pelabuhan-pelabuhan tersebut harus dikuasai. Akhirnya mereka memilih Jakarta yang daerahnya paling lemah dan sebagai basis kegiatannya.
            Pada tahun 1628 dan 1629Mataram dua kali melakukan serangan ke Batavia, namun gagal. Masuknya pengaruh Belanda ke pusat kekuasaan Mataram dikarenakan Amangkurat II (1677-1703) meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunojoyo, adipati Madura, dan pemberontakan Kajoran. Pada masa Amangkurat III Mataram mengalami krisis,  sementara Belanda telah menggerogoti wilayah dan kekuasaannya. Pada tahun 1755 Mataram pecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta ini dikarenakan meluasnya pengaruh Belanda  dalam pemerintahan Mataram dan adanya konflik intern dalam istana. Tahun 1757 muncul kekuasaan Mangkunegara dan akhirnya pada tahun 1813 kekuasaan Pakualam.
            Sedangkan Banten yang mengalami kemunduran disebabkan oleh politik monopoli VOC. Hubungan dagang antara Banten dan Malaka sangat baik namun, ketika Ambon dan Banda diblokade Belanda, perdagangan di Banten menyusut drastis karena perdagangan beralih ke Makassar.Ketika Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta pada tahun 1651, hubungan Banten denga Belanda menjadi runcing karena ia sangat memusuhi Belanda yang dipandangnya menghalangi usaha Banten memajukan dunia perdagangan. Pada tahun 1656, dua kali kapal Belanda dirampas Banten, tetapi tidak menimbulkan perang terbuka antara dua belah pihak. Penetrasi Belanda dalam dunia politik seringkali memang justru “diundang” oleh konflik-konflik internal suatu kerajaan atau konflik antar kerajaan di Indonesia.
            Di Sulawesi, pada tahun 1626 dalam rangka menghadapi ekspansi Belanda, Gowa-Tallo melakukan ekspedisi ke daerah sekitar yakni ke Buton, Solor, Sumbawa, Ende, dan Bima. Pada tahun berikutnya ke Limboto yang dianggap sebagai kekuasaan Ternate. Pada tahun 1632-1633 telah dilakukan kembali ekspedisi ke Buton, yakni daerah yang diperebutkan antara Makassar dan Ternate. Ternate berusaha mencari bantuan VOC untuk menahan serangan Makassar. Ketika terjadi pertentangan mengenai monopoli antara Gowa dan VOC, Sultan Gowa, Sultan Hasanuddin mengambil langkah mengadakan pengawasan ketat terhadap Bone dan memperkuat pertahanan Makassar. Dalam pertempuran antara Gowa dan Bone, Bone mengalami kekalahan besar. VOC bersekutu dengan orang-orang Bugis itu, persekutuan Soppeng dan Bone, bahkan Belanda berhasil mengajak Ternate untuk terlibat dalam peperangan melawan Makassar. Dalam peperangan itu, Makassar mengalami kekalahan. Konfrontasi antara Makassar dan VOC baru berakhir setelah diadakan genjatan senjata pada tanggal 6 November 1667, kemudian perjanjian Bongaya pada tanggal 13 November 1667. Dengan demikian, monopoli yang merupakan tujuan VOC di Indonesia tercapai, baik di Makassar maupun di Indonesia bagian Timur.
            Namun, peperangan antara Makassar disatu pihak, VOC dan Bugis dipihak lain berkobar kembali. Makassar kembali dilanda kekalahan, bahkan istananya mendapatkan serangan pada tahun 1669 yang membuat Sultan Hasanuddin terpaksa mengungsi. Sebelum istana Somboapu jatuh, Sultan Hasanuddin turun dari tahta dan diganti oleh putra I Mappasomba, Sultan Amir Hamzah. Kekalahan Gowa ini membuatnya berada dibawah kekuasaan Bone.
            Penetrasi politik Belanda juga terjadi di kerajaan Banjarmasin. Pada awal abad ke-17 Belanda bersusah payah untuk mendapatkan izin berdagang. Namun akhirnya Belanda diusir dari Banjar karena dipandang dapat merugikan pedagang Banjar sendiri. Kemudian Inggris datang dengan tujuan yang sama dan diperlakukan sama pula seperti sebelumnya, yakni mengusir Inggris dari kerajaan dengan alasan yang sama. Pada abad ke-18 Banjar didatangi kembali oleh pedagang Belanda. Mereka mendekati Sultan Tahlilillah dan pada tahun 1734, mereka berhasil mengadakan perjanjian dengan mendapatkan fasilitas perdagangan di kerajaan itu.
            Terdapatnya kesempatan untuk memperbesar pengaruh dalam kerajaan Banjar baru mereka peroleh ketika terjadi konflik antara Pangeran Amir dan Pangeran Nata. Pangeran Amir yang lebih disenangi rakyat tersingkir dalam persaingan memperebutkan tahta kerajaan dengan Pangeran Nata yang mendapat bantuan dari Belanda. Pangeran Amir akhirnya ditangkap dan dibuat ke Ceylon.
Semenjak kemenangan Pangeran Nata tersebut, kekuasaan Belanda semakin besar dan kokoh dan wilayah kekuasaan Belanda semakin bertambah. Hal ini berlangsung terus dan hanya diselingi oleh Inggris pada tahun 1811 dan 1816 M. Seluruh wilayah kesultanan Banjarmasin kecuali daerah Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin sudah masuk ke dalam kekuasaan Belanda. Hal itu didasarkan pada perjanjian yang dibuat antara Sultan Adam Alwasik Billah (memerintah tahun 1825-1857) denganBelanda, 4 Mei 1826. Secara de facto, Belanda sudah menjadi penguasa politik.
            Di Sumatera, kerajaan-kerajaan Islam dengan cepat jatuh ke bawah kekuasaan Belanda, kecuali kerajaan Aceh. Karena setelah Malaka dikuasai Portugis, Jambi menjadi pelabuhan penting, sebagaimana halnya Aceh. Setelah Malaka jatuh ketangan Belanda tahun 1641 terbentuklah aliansi baru antara Jambi, Plembang dan Makassar. Namun, aliansi tersebut menjadi berantakan karena satu per satu para anggotanya terpaksa harus menandatangani kontrak dengan VOC.
            Pada tahun 1663, penetrasi VOC ke Minangkabau dijalankan dengan menggunakan berbagai strategi. Panglima Aceh yang berkedudukan di Minangkabau dan raja Minangkabau diberi kredit dalam transaksinya. VOC menuntut jabatan wali negara ditempatkan disana dan secara de facto berarti kekuasaan berada ditangan VOC. Lalu, dengan cepat VOC mengadakan kontrak dengan daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan kerajaan Minangkabau. Akibatnya hubungan baik antara Minangkabau dan Aceh terputus.[4]
C.    Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Penjajah
Ø Perlawanan terhadap Kekuasaan Portugis
Selama Portugis menjajah Nusantara, bukan berarti tidak ada perlawanan dari rakyat. Justru semua rakyat di berbagai daerah melakukan perlawanan terhadap portugis. Perlawaan tersebut antara lain sebagai berikut :
1.    Perlawanan Rakyat Aceh
Kerajaan Aceh merupakan saingan terberat dalam dunia perdaganga, karena pedagang muslim mengalihkan perdagangannya ke Aceh Darussalam. Keadaan ini tentu sangat merugikan portugis secara ekonomis, karena aceh kemudian tumbuh menjadi kerajaan dagang yang sangat maju. Melihat kemajuan Aceh, Portugis selalu berusaha menghancurkannya, tetapi selalu menemui kegagalan. Keberhasilan Aceh dari ancaman Portugis disebabkan oleh beberapa hal berikut:
a.    Aceh berhasil bersekutu dengan Turki, Persia, dan India.
b.    Aceh memperoleh bantuan kapal, prajurit, dan makanan dari pedagang.
c.    Kapal Aceh dilengkapi persenjataan yang cukup baik dan para prajurit yang tangguh.
2.    Perlawanan Kerajaan Demak
Untuk menyingkirkan Portugis dari Malaka, Pangeran Sabrang Lor atau Pati Unus menghimpun dan mengirimkan pasukan dari jawa , Makasar, Lampung dan bekerja sama dengan kerajaan Aceh untuk merebut pelabuhan malaka. Namun, upaya ini gagal karena kalah persenjataan, bahkan Pati Unus tertembak, meskipun masih selamat sampai di jawa. Untuk menghalangi kekuasaan Portugis atas jawa, pengganti pati Unus, yaitu Sultan Trenggana, memperluas kekuasaan ke Jawa Barat dan Jawa Timur. Tetapi, pasuruan dan Blambangan tidak berhasil ditaklukkan.
3.      Perlawanan Rakyat Maluku
Portugis pertama kali mendarat di Maluku di Kerajaan Ternate pada tahun 1511, setelah menguasai mereka mengenai Kerajaan Malaka. Kedanagan berikutnya pada tahun 1513 bertujuan menjalin kerja sama di bidang perdagangan terutama rempah-rempah dengan Kerajaan Ternate, Tidore, Bacan, dan beberapa Kerajaan kecil disekitarnya. Hubungan Kerja sama di bidang perdagangan antara rakyat Maluku dengan Portugis saat itu dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahan mereka dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
     Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyeru kepada seluruh rakyat Maluku, Papua/Irian dan Jawa agar membantu Ternate untuk mengusir Portugis di Maluku. Perlawanan tersebut dengan perundingan damai, dan bangsa portugis diberi kesempatan untuk bertempat tinggal sementara di Ternate.
     Pada tahun 1570, rakyat ternate dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis yang masih berusaha menguasai perdagangan. Namun Sultan Hairun dapat diperdaya Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Perlawanan rakyat Ternate kali ini berhasil, dan bangsa Portugis diusir, yang kemudian bermukim di pulau Timor.[5]



Ø Perlawanan terhadap Penjajahan Belanda
1.    Perlawanan Kaum Padri
Perang Padri terjadi di Minangkabau Sumatera Barat antara tahun 1821-1839. Perang Padri ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, yang dibantu oleh para Ulama' lain. Pusat kekuasaan Minangkabau berada di Paragruyung.disini raja hanya dijadikan sebagai lambang kekuasaan, sedangkan kekuasaan yang sesungguhnya berada di tangan para tetua/penghulu kaum adat.
Kedatangan Islam di daerah Minangkabau tidak dapat mempengaruhi kaum adat.Karena meskipun telah memeluk Islam, kebiasaan hidup lama masih tetap dipertahankan kaum adat seperti minum-minuman keras, berjudi, menyabung ayam dan hal-hal lain yang dilarang dalam Islam. Perubahan mulai terjadi pada abad ke-20 dengan kedatangan ketiga orang haji asal Minangkabau dari Mekkah, yaitu Haji Miskin (dari Pandai Sikat), Haji Sumanik (dari VIII Kota), dan Haji Piabang (dari 50 Kota) pada tahun 1803. Dalam pandangan mereka,  masyarakat Minangkabau saat itu telah jauh menyimpang dari apa yang di ajarkan agama dan mereka bertekad untuk meluruskannya. Gerakan para Haji tersebut dikenal dengan sebutan gerakan Padri yang bertujuan untuk memperbaiki masyarakat Minangkabau dan akan mengembalikannya pada keadaan yang sesuai dengan ajaran Islam.[6]
Pada mulanya, gerakan ini dilakukan melalui ceramah disurau dan masjid.Konflik terbuka yang terjadi antara kaum padri dengan kaum adat bermula ketika kaum adat mengadakan pesta menyabung ayam di KampungBatabuh.Kemudiankaumadatinimemintabantuan kepada pemerintah Hindia Belanda yang disambutdengansenanghati.Pada tanggal 21 Februari 1821, perjanjian antara kaum adatdanBelandaditandatangani.Sejakitulah, perangantara kaum padri yang didukung oleh rakyat, melawan pasukan Belanda dimulai.
PadapeperanganpertamainiBelandamengalamikekalahansehinggamembuatperjanjiandamaipadatanggal 22 Januari 1824.NamunpihakBelandamengkhianatinya, yang kemudian kembali terjadi peperangan. Pada perang yang kedua ini Belanda juga mengalami kesulitan sehingga pada tanggal 15 September 1825 kembali diadakan perjanjian damai, yang dimaksudkan agar Belanda dapat mengkonsentrasikan kekuatannya untuk menghadapi perang di Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Pihak Belanda kembali mengkhianati perjanjian itu dan mulai memerangi kaum padri ini, sampai pada akhirnya Belanda mengalami kesulitan dan mencoba mengadakan perjanjian damai kembali yang dikenal dengan Plakat Panjang, tanggal 23 Oktober 1833.Akan tetapi, kaum Padri sudah tidak mempercayai Belanda lagi dan terus melawannya.Pada tanggal 16 Agustus 1837, Belanda berhasil mengalahkan kaum Padri dengan segala kelicikan dan tipu muslihatnya.Mereka menyerang daerah Bonjol yang menjadi Benteng pertahanan serta Markas kaum Padri secara mendadak seminggu setelah perjanjian damai dibuat.Pada tanggal 28 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke cianjur kemudian dipindahkan ke Ambon dan terakhir ke Menado sampai beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Meskipun Padri kalah ditangan Belanda, gerakan ini berhasil mecapai tujuannya dalam memperkuat posisi agama, yang diidentifikasikan sebagai satu-satunya standar perilaku. Selain itu, adat Islamiyah dilahirkan menjadi adat yang berlaku,  sedangkan adat yang bertentangan dengan Islam dipandang sebagai adat jahiliyah yang terlarang.[7]
2.    Perang Diponegoro
Perang Diponegoro di sebut juga Perang Jawa. Perang Diponegoro berlangsung hampir di seluruh jawa antara tahun 1825-1830. Perang ini merupakan perang terbesar yang terbesar dalam perintahanKolonial Belanda di Jawa. Faktor ekonomi lain yang menimbulkan kegelisahan rakyat adalah peraturan pemerintah Hindia Belanda yang menetapkan bahwa semua penyewa tanah oleh pengusa Eropa dari penguasa dan Bangsawan peribumi dibatalkan dengan mengembalikan uang sewa.
Peristiwa yang memicu peperangan adalah rencana pemerintah Hindia Belanda untuk membuat jalan yang menerobos tanah milik panggeran Diponegoro dan harus membongkar makamkeramat. Patok-patok yang ditanam oleh pemerintah di cabut oleh pihak Diponegoro. Ia menuntut agar rencana pembuatan jalan itu di alihkan danPatih Danurejo IV diganti. Pada tahun 1826, jalan perang menunjukan pasang surut. Banyak korban berguguran di pihak belanda. Tahun 1827, Belanda memperkuat diri dengan melakukan benteng stelsel untuk mempersempit gerak tentara Diponegoro.Belanda juga mengerahkan bantuan dari negara asalnya sekitar tiga ribu orang.
Pihak pangeran Diponegoro mulai terdesak sedikit demi sedikit. Pada tahun 1827,Kiai Mojo sedia berunding dan mengadakan genjatan senjata dengan Belanda. Hal tersebut merupakan pukulan tersemdiri bagi pangeran Diponegoro. Pada waktu merayakan Idul Fitri, 28 maret 1830, pangeran Diponegoro di undang ke rumah residenuntuk melanjutkan perundingan.
3.   Perang Aceh
Perang Acehberlangsung selama 31 tahun, antara tahun 1873-1904. Belanda memang membutuhkan waktu lama untuk memadamkan perang itu,mengingat perang ini melibatkan seluruh rakyat Aceh. Perang melawan Belanda sehingga rakyat bersedia bertempur sampai titik darah penghabisan. Dukungan rakyat Aceh juga di karenakan peranan para Uleebalang(hulubalang) dan ulama.. Kewibawaan mereka disambut dengn loyalitas yang tinggi dari rakyat.
Pada tahun 1877, Belanda menyerbu dengan kekuatan penuh dari darat dan laut. Beberapa daerah berhasil di kuasai. Di tempat-tempat ini segera didirikan pos-pos militer yang berhubungan satu sama lain. Pembangunan pos-pos ini di maksudkan untuk mempersempit ruang gerak lascar Aceh. Rupanya Belanda menggunakan siasat Benteng Stelsel untuk menguasai Aceh. Namun dengan cerdik,gerilya Aceh merusak jalan-jalan ataupun jembatan pemghubung. Setelah komunikasi antar pos diputuskan,serangan menggempur tiap pos.. Akibat serangan ini pertahanan Belanda sangat menderita, dan diperparah dengan terjangkitnya wabah penyakit kolera di sekitar pos-pos tersebut.
Tidak efektifnya siasat benteng Stelsel mendorong Belanda untuk mengubah siasat penyerangan, siasat yang digunakan kali ini adalah Concetratie Stelsel. Dalam siasat ini, Kutaraja ditempatkan sebagai pusat pertahanan. Lalu kota ini dikelilingi setengah lingkaran oleh benteng-benteng berjarak 5-6km dari kota. Antar benteng dihubungkan dengan trem. Meskipun lebih hemat dan praktis, siasat ini justru memberi peluang lascar Aceh untuk memperhebat serangan gerilya.
4.   Perang Banjar di Kalimatan
Perang Banjar berlangsung antara tahun 1854-1864M, berawal dari ketidak senangan rakyat Banjar terhadap tindakan campur tangan pemerintah kolonial dalam urusan intern kerjaan. Ketidaksenangan itu memuncak saat pemerintah mengakui Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan Banjar. Sultan baru itu tidak disenangi rakyat. Sehingga menimbulkan pemberontakan yang dimotori oleh Pangeran Prabu Anom dan Pangeran Hidayat.  Meskipun kemudian pangeran Prabu Anom dapat ditangkap, perlawanan berlanjut terus di seluruh Banjar.
Pengangkatan Pangeran Tamjid menjdi sultan menimbulkan kekecewaan dikalangan rakyat dan para pembesar lainnya. Akibatnya terjadi kericuhan di dalam wilayah kerajaan Banjarmasin. Melihat hal ini, Belanda kembali memasuki persoalan politik untuk mengambil keuntungan yang lebih besar. Ia kemudian diturunkan dari tahta dan kekuasaannya di ambil oleh Belanda.
Pengambilalihan kekuasaan itu mengalihkan penentangan rakyat yang semula di arahkan kepada Sultan Tajmidillah, kini ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda. Ketika itulah perang Banjarmasin di anggap dimulai. Perlawanan rakyat terhadap Belanda berkobar di daerah-daerah yang di pimpin olehPangeran Antasari yang berhasil menghimpun pasukan sebanyak 3600 orang yang menyerbu pos-pos Belanda. Ia di dukung oleh pembesar-pembesar kerajaan lainnya. Pangeran Hidayat sendiri berbelot kepada Pangeran Antasari untuk bersama-sama melawan Belanda.
5.   Pemberontakaan Rakyat di Cilegon Banten
Pemberontakan rakyat di Cilegon Banten terjadi pada tahun 1888 yang di pimpin oleh K.H.Wasid bersama H.Ismail dan para ulama lainnya, Kemurkaanrakyat Cilegon dikarenakankelaparaan, serta kematian ternak yang di tembaki Belanda dengan semena-mena, dan juga kebencian yang telah berkumpul karna melihat keangkuhanpegawai pemerintah Belanda, pengekangan penjajahan terhadap pengalaman ajaran Islam, serta berbagai sebab lain menjadi pemicu perlawanan rakyat Cilegon terhadap Belanda. Para pemimpin pemberontakan rakyat terhadap Belanda di Cilegon sebagian besar adalah murid-murid yang pernah belajar kepada Syaikh Nawawi Al-Bantani seorang ulama besardi Arab yang berasal dari Banten
Pada tanggal 9 Juli 1888 pukul 16.00 WIB, para pemberontak bergerak mengepung daerah Cilegon. Dalam pemberontakan ini pihak Belanda mendapat batuan pasukan dari daerah Serang, sehingga perlawanan rakyat menjadi melemah. Pimpinan perang K.H Wasyid dihukum gantung oleh Belanda. Adapun para pimpinan yang lain di buang ke wilayah yang lain,seperti H.Abdurahman dan H.Aqib dibuang ke banda akan tetapi,walaupun pemberontakan rakyat dapat di padamkan oleh pihak penjajah Belanda,semangat rakyat untuk bersatu melawan penjajahan terus berkobar dihati rakyat Banten.
Dalam hal ini peran para ulama dalam perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajah sangat besar. Ketika bangsa Indonesia melawan penjajah,tidak sedikit peran para ulama yang ikut andil bagian sebagai pejuang.
6.    Perang Makasar
Raja Gowa ke-12 adalah Daeng Matawang yang bergelar Sultan Hasanudin. Perang Makasar bermula akibat sikap Belanda yang mau menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Belanda tidak senang rakyat Makasar berdagang rempah-rempah di Maluku,karena kegiatan ini merugikan perdagangan Belanda. Oleh karena itu,untuk melaksanakan keinginan tersebut Belanda harus menaklukan kerajaan Gowa dan kerajaan Bone di Sulawesi Selawat. Langkah pertama VOC yaitu dengan menduduki Buton yang merupakan daerah kekuasaan Gowa.
Perang pertama kali terjadi pada bulan April 1655,angkatan laut Gowamenyerang Belanda dipulau Buton dibawah pimpinan Sultan Hasanudin, dan berhasil memukul mundur Belanda. Pada tanggal 1 Januari 1667, Belanda kembali mencoba merebut Buton dari tangan Gowa dengan bantuan Arung Palaka yang membawa 15.000 orang.
Pada 7-10 Juli 1667 pasukan Gowa sebanyak 7000 orang mempertahankan Bantaeng dari serbuan Belanda,karena seluruh kekuatan Belanda dipusatkan ke Bantaeng Barombong,akhirnya pasukan Arung Palaka dapat menguasai pertempuran.
Untuk membalas jasanya,Arung Palaka diangkat oleh Belanda menjadi Raja Bone menggantikan LA Maderremeng. Perjanjian Bongaya tidaklah sepenuhnya di patuhi Gowa,oleh karena itu pada tanggal 27 Juni terpaksa Sultan Hasanudin memperkuat perjanjian Bongaya dengan membubuhkan cap kerajaan,setelah anggota Majelis pemerintahan Gowa menandatangani.
Demikian pula dengan kerajaan Islam Bone, raja dan rakyatnya sangat menentang penjajahan Belanda. Berikut merupakan raja-raja yang terlibat dalam perlawanan terhadap Belanda, Sultanah Saleha Rabiyatuddin, Sultanah Tenriwaru Besse Kajuara, Raja La Pawawol Karaeng Sigeri, dan Haji Raja Mampanyuki yang merupakan raja Bone terakhir.
7.    Perang Jambi (1858-1907)
Perang Jambi terjadi di Jambi antara Belanda dengan pihak kesultanan Jambi. Hubungan kesultanan Jambi dengan Belanda dimulai sejak Sultan Abdul Kahar(1615-1643M). Sultan ini mengizinkan Belanda membuka perwakilan dagangnya di Jambi.
Ketika masa pemerintahan Sultan Tahaningrat yang bergelar Sultan Thaha Saefudin (1816-1904) berkuasa,ia meninjau kembali perjanjian-perjanjian yang pernah dibuat para Sultan terdahulu dengan Belanda, yang ternyata perjanjian-perjanjian tersebut banyak merugikan pihak kerajaan. Sikap Sultan Thaha Saefudin yang nonkooperatif terhadap Belanda membuat Belanda melakukan permusuhan dengan Sultan. Belanda mengirimkan pasukan ke muara Kumpeh dibawah pimpinan Mayor Van Langen dengan kekuatan 30 kapal perang. Sultan Thaha juga menyiapkan kekuatan yang dimilikinya dengan kekuatan 30 kapal perang sebagai tandingan yang disiapkan di Muara Tembesi. Pertempuran pun tidak dapat dielakan.
Pada tahun 1980 kedudukan Belanda di Surolangun Rawas diserang pasukan Haji Kaemang Rantau. Belanda mendatangkan bantuan pasukan dari luar daerah. Kemudian pada pertempuran tahun 1902 tidak kurang dari 500 pasukan Belanda tewas. Pasukan Kesultanan Jambi mangadakan serangan dengan taktik perang gerilya untuk menghadapi Belanda sehingga Belanda kesulitan menghadapi pasukan Jambi.
Demikianlah perjuangan rakyat dan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajahan Belanda. Dalam berbagai wilayah, perjuangan rakyat melawan Belanda juga terjadi di mana-mana. Selain peperangan yang di sebutkan di atas, masih terdapat peperangan lain yang tidak kalah penting dalam upaya mencapai kemerdekaan dan kedaulatan Bangsa.[8]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Indonesia  adalah Negara yang Kaya akan  Kekayaan alamnya oleh sebab itu pada awalnya,  kedatangan Bangsa Eropa ke Indonesia bertujuan hanya untuk membeli rempah-rempah para petani Indonesia. Namun, dengan semakin meningkatnya kebutuhan industri di Eropa akan rempah-rempahnya mereka kemudian mengklain daerah-daerah yang mereka kunjungi sebagai daerah kekuasaanya. Di tempat-tempat itu, Bangsa Eropa Memonopoli perdagangan rempah-rempah akan tetapi rakyat indonesia selama Portugis dan Belanda menjajah Nusantara, bukan berarti tidak ada perlawanan dari rakyat. Justru semua rakyat di berbagai daerah melakukan perlawanan terhadap portugis dan Belanda.
B.     Saran
Setelah melihat hal-hal tersebut  maka dapat kita jadikan  sebagai pedoman untuk menghindari kolonialisme oleh bangsa lain dengan cara kita mengelola dan elestarikan kekayaan alam yang ada di Negara kita dengan baik dan cerdas hasil bumi ibu Pertiwi kita, Maka tugas kita sebagai Mahasiswa harus meningkatkan belajar kita dengan penuh semangat dan giat agar kita tidak mudah untuk dibodohi oleh bangsa lain, dan selalu menanamkan berpikir rasional serta positif agar tidak mudah diadu dombakan oleh bangsa lain.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH
Herimanto dan Eko Targiyatmi. 2014. Sejarah : Pembelajaran Sejarah Interaktif. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Yogyakarta: Diva Press
Syukur NC, Fatah. 2010. Sejarah Peradaban Islam.Semarang: PT Pustaka RizkiPutra.
Yatim, Badri. 2014. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: Rajawali Press



[1]Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: AMZAH, 2009), hlm 372
[2]Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2010), hlm. 214
[3]Herimanto dan Eko Targiyatmi, Sejarah, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2014), hlm. 4-6
[4]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.  (Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm.236-242
[5]Adi Sudirman, Sejarah Lengkap Indonesia, (Yogyakarta: Diva Press, 2014), hlm. 235-238
[6]Herimanto, Op.Cit, hlm. 31
[7]Badri Yatim,Op.Cit, hlm. 244
[8]Samsul Munir Amin, Op.Cit, hlm. 398-407

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH AL-QUR’AN DI INDONESIA

PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF DALAM STUDI ISLAM