PERISTIWA DI TAHUN 8 HIJRIYAH
PERISTIWA DI TAHUN 8 HIJRIYAH
A.
Pendahuluan
Sebagai
seorang Muslim sejati, yang benar-benar memegang teguh Alqur’an dan As-Sunnah,
dan selalu rindu akan kekasih Allah yaitu Nabi Muhammad SAW. Tentu akan
meneladani beliau. Karena dengan itu, derajat taqwanya akan tinggi di sisi
Allah. Untuk menuju kecintaan itu, kita perlu mempelajari sejarah beliau.
Karena setelah kita mempelajari sejarah beliau maka akan menambah derajat
ketaqwaan kita agar semakin tinggi di sisi Allah.
sejarah
hidup Nabi banyak yang dapat dijadikan suri tauladan bagi umatnya. Salah
satunya peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 8 Hijriyah, diantaranya
adalah yang sangat penting dalam sejarah umat Islam pada masa Nabi yaitu
peristiwa Fathul Mekah. Namun juga ada peristiwa-peristiwa lain yang juga
penting oleh karena itu sebagai umat Islam marilah kita bahas
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 8 Hijriyah.
B.
Pembahasan
Tahun 8 Hijriyah
1.
Masuk
Islamnya ‘Amr bin ‘Ash
Setelah
kegagalan kaum musyrik dalam penyerangan sekutu (al-‘Ahzab), ‘Amr bin Ash
semakin geram dengan kemajuan yang di capai Nabi dan umat Islam. Dia tidak
tahan berada di sekitar kaum Muslim, Maka dia meninggalkan Mekkah menuju
Habasyah. Di sana dia bertemu dengan utusan Nabi muhammad SAW. ‘Amr bin Umayyah
adh-dhamri, yang datang kepada Negus membawa surat Nabi. Keempatan tersebut
digunakan ‘Amr bin Ash untuk meminta kepada Negus agar diserahkan kepadanya
utusan Nabi untuk dibunuhnya. Tak terduga oleh ‘Amr, Negus marah mendengar
Permintaaan itu: “Apakah wajar aku menyerahkan utusaan Seorang Nabi yang datang
kepadanya Malaikat yang pernah datang kepada Musa dan Isa?”. Disinilah hati
‘Amr mulai tergugah. Ia Kemudian menetapkan hati untuk pergi ke Madinah menuju
pelabuhan yang mengantarnya pulang. Setelah berlabuh, ia membeli seekor unta yang dtungganginya menuju
Madinah. Di tengah jalan ia bertemu dengan Khalid bin Walid dan ‘Ustman bin
Thalhah yang keduanya bermaksud sama, hendak menemui Nabi Muhammad SAW.
2.
Islamnya
Khalid bin Walid
Maimunah istri Nabi Muhammad SAW yang
terakhir adalah saudara kandung ibu Khalid bin Walid, Lhubabah ash-suhgra.
Sangat
wajar Nabi Muhammad SAW, menanyakan kepada al-Walid ibn al-Walid tentang
saudaranya,Khalid bin Walid, yang rupanya sedang menjauh dari Mekkah ketika
Nabi umrah. Nabi SAW,merasa heran bagaimana ia bisa seorang semacam Khalid yang
dikenal memiliki pandangan jauh dan tajam belum tersentuh Islam. Mendengar
pertanyaa Nabi Itu, sang saudara, al-Walid, menulis surat kepada Saudaranya
Khalid, tentang apa yang didengarnya dari Rasul SAW.
Memang,
menurutriwayat yang dinisbahkan kepada Khalid, ia selama ini. Berpikir
bagaimana bisa ia tidak pernah meraih sukses ketika berhadapan dengan Nabi
Muhammad SAW, antara lain dalam upaya mengadang beliau ketika melaksanakan
“Umrah al-Qadha”. Surat saudaranya menambah kecederungannya untuk memeluk Islam, Khalid juga pernah bermimpi berada
ditempat sempit yang gersang, lalu beralih ke wilayah yang hijau luas.
Akhirya,
sekitar dua bulan setelah ia menerima surat saudaranya itu, pikiran dan hati Khalid
menyatu untuk memeluk Islam. Dia mengajak Shafwan bin Umayyah dan Ikrimah putra
Abu Jahal untuk mengikuti jejaknya, tetapi mereka menolak. Ia kemudian mengajak
‘Ustman bin Abi Thalhah yang menyambut
ajakanya, lalu mereka berdua beranjak menemui Nabi SAW.[1]
Pertemuan dengan Nabi Muhammad SAW
Setelah mereka bertiga
tiba di Madinah dan setelah mempersiapkan diri dengan pakaian yang bersih
mereka bertiga bertemu dan di sambutt dengan hangat dan senyum simpul Nabi saw.
“kemarilah! Segala puji bagi Allah
yang telah memberimu hidayah sejak dulu menilaimu memiliki akal yang cemerlang
yang kuharapkan tidak mengantarmu kecuali kepad kebaikan.”
Khalid menjawab : “Aku telah banyak
terlibat dalam sekian tempat menentang kebenaran yang Engkau Sampaikan,doakanlah
semoga Allah mengampuniku.” Nabi
Bersabda
الأِسْلاَمُ يَجُبّث مَا قَبْلُهُ
“keislaman menutupi dosa yang dilakukan
sebelumnya”.
Lalu Ustman bin Thalhah tampil juga
dan berjanji setia di hadapan Nabi saw, disusul oleh Amr bin Al-Ash yang juga
berbaiat. ‘Amr menceritakan pengalamannya ketika itu bahwa:”Demi Allah, situasi
demikian cepat dan aku hanya mendapati diriku duduk di hadapan beliau. Aku malu menghadapkan
kedua mataku di hadapan beliau. Aku membaiatbeliau dengan syarat diampuni
dosaku yang terdahulu.
Melindungi madinah dari dari ancaman
perang mut’ah
Para Ahli Sejarah masih berbeda
pendapat tentang terjadinya perang mut’ah . sebagian mereka berpendapat bahwa
dibunuhnya sahabat Nabi di Dzatu Thalh itulah yang mendorong Nabi untuk
menyerang mereka sebagai hukuman atas pengkhianatan mereka. Sebagian lain
berpendapat bahwa ketika Nabi mengirim seorang utusan kepada gurbernur
heraklius di Bushar (bostra), utusan itu
dibunuh oleh orang badui dari Bani Ghasan atas nama Heraklius. Maka, Rasulullah
mengirimkan pasukan yang sedang berperang di Mu’tah agar mereka memberi hukuman
kepada penguasa itu dan siapapun pembantunya.[2]
Di
mu’tah bertemulah kedua pasukan. Kendati kekuatan tidak seimbang namun semangat
jihad menjadi pasukan islam bertempur dengan gagah berani. Tetapi karena
kekuatan yang tidak seimbang maka gugurlah zaid bin haritsah. Panji diambil
oleh ja’far yang bertempur dengan gagah berani. Beliau bahkan turun dari
kudanya dan menyembelihnya agar tidak dugunakan musuh jika beliau gugur. Tangan
kanan beliau di tebas, maka panji di angkat dengan tangan kirinya kemudian
tangan kirinya pun ikut di tebas. Maka panji dirangkulnya dengan terus berjuang
dan akhirnya beliau gugur di umur 40 tahun lebih. Di tubuhnya ditemukan tujuh
puluh luka tusukan akibat lemparan panah dan tombak. Nabi saw. Bersabda bahwa
”Allah meggantikan kedua tangannya yang ditebas itu dengan dia
sayap yang digunakannya di surga sana”.
Setelah ja’far gugur ,
tampil Abdullah bin Rawahah beliau mengambil alih panji Islam kemudian membakar
semangat pasukan muslimin, namum dia juga gugur. Panji diangkat oleh Tsabit bin
Arqam, yang meminta pasukan muslimin untuk memilih pemimpin, Khalid bin Walid
yang terpilih oleh pasukan Muslim.
Strategi Khalid bin
Al-Walid
Sejak awal
beliau sudah berjuang dengan keras sehingga sembilan pedang patah ditangannya.
Khalid ketika menerima pimpinan pasukan ia sadar bahwa diatas kertas tidak
mungkin untuk memenangkan peperangan. Kemudian dia mengatur strategi agar bisa
meminimalisir korban sesedikit mungkin. Dia menukar posisi pasukan yang semula
di kanan kemudian dipindah kekiri begitu pula sebaliknya sambil mundur .
Sehingga pasukan musuh mengira bahwa pasukan muslim sudah mendapat bantuan. Ini
menjadikan pasukan musuh ragu untuk mengejar sehingga akhirnya pasukan muslimin
tidak mendapat kerugian yang besar walaupun banyak yang syahid.
FATHU MAKKAH
Setelah Rasul hijrah ke Madinah, jumlah
penganut agama Islam terus bertambah. Ditambah dengan rangkaian kemenangan-kemenangan
gemilang umat Islam dalam peperangan melawan suku Quraisy, semakin menambah
kuat pengaruh Isla. Puncaknya adalah peristiwa penaklukan Mekkah, ketika
panji-panji Islam berhasil memasuki Mekkah, dan merobohkan berhala-berhala di
sekitar Ka’bah. Peristiwa penaklukan tersebut merupakan bagian penting dari
sejarah umat Islam, untuk itu pada kesempatan ini, kita akan membahas lebih
lanjut mengenai peristiwa penaklukan Mekkah/Fathu Makkah.
Latar Belakang Fathu Makkah
Peristiwa peperangan untuk menaklukkan
Mekkah, di latar belakangi oleh konflik antara Bani Khuza’ah, dan Bani Bakar.
Dua kabilah ini telah lama saling bermusuhan, bahkan sejak zaman jahiliyah.
Namun, yang menjadi permasalahan, konflik antara kedua kabilah tersebut terjadi
saat umat Islam, dan kaum Quraisy sedang menjalani masa genjatan senjata,
sesuai dengan perjanjian Hudaibiyah.
Padahal
sudah terinci jelas di salah satu point perjanjian Hudaibiyah, bahwa siapa yang
ingin bergabung ke pihak Muhammad dan perjanjiannya, dia boleh melakukannya. Sebaliknya, siapa yang ingin bergabung ke
pihak Quraisy, dan perjanjiannya dia boleh melakukannya. Kabilah mana pun yang
bergabung dengan salah satu pihak, berarti kabilah tersebut dianggap sebagai
bagian dari pihak yang diikuti. Dengan demikian, penyerangan terhadap suatu
kabilah yang telah bergabung salah satu pihak, dianggap sebagai penyerangan
terhadap pihak yang bersangkutan.
Dalam serangan mendadak ini, Bani Bakar
bisa menghabisi beberapa orang dari Bani Khuza’ah. Ketika kedua belah pihak bertempur
hebat, secara diam-diam Quraisy memberi bantuan persenjataan kepada Bani
Bakar. Bantuan yang diberikan oleh suku
Quraisy ini merupakan kesalahan fatal yang tidak dapat ditolerir, dan telah
melanggar perjanjian.
Masuk
Islamnya beberapa tokoh Makkah
Suhail bin ‘Amr
Al–Harits bin Hisyam
Shafwan bin Umayyah
Abu Sufyan bin Al–Harits
Ikrimah bin Jahl
Eksekusi Para Penjahat Quraisy
Rasulullah telah menginstruksikan kepada
semua komandan perangnya agar tidak memerangi orang-orang Quraisy, kecuali orang-orang
yang memerangi mereka. Beliau telah mengumumkan keamanan seluruh penduduk
Mekkah, kecuali sembilan orang, beliau halalkan darah mereka, sekalipun mereka
tertangkap di bawah kain penutup ka’bah. Sembilan orang itu adalah:
Abdul Uzza bin Khathal
Abdullah bin Abu Sarh
Ikrimah bin Abu Jahal
Harits bin Nufail bin Wahab
Miqyas bin Shubabah
Habbar bin Al-Aswad
Dua biduan milik Ibnu Khathal, keduanya
selalu menyanyikan lagu yang berisi cacian terhadap Rasul.
Sarah, Budak milik Bani Abdul Muthalibb
yang membawa surat Hathib bin Abu Balta’ah.
Meskipun begitu, di antara orang-orang
tersebut beberapa mendapatkan amnesti dan akhirnya masuk Islam. Mereka adalah
Ibnu Abu Sarh, Habbar bin Al-Aswad, salah seorang dari biduan Ibnu Khathal,
Sarah, dan Ikrimah bin Abu Jahal. Untuk Abu Sarh, Utsman bin Affan memintakan
amnesti kepada rasul.
Sementara Ikrimah, ia sempat melarikan diri
ke Yaman. Istirinya kemudian memintakan amnesti kepada Rasul, setelah Rasul
memberi amnesti, istrinya menyusul ke Yaman. Setelah mereka kembali lagi ke
Mekkah, Ikrimah masuk Islam.[3]
GHAZWAH GHUNAIN
Perang Hunain adalah perang antara Nabi Muhammad SAW dan
pengikutnya melawan kaum Badui dari suku Hawazin dan Tsaqif pada bulan Syawal
tahun 630 M atau 8 H, di sebuah jalan dari Mekkah ke Thaif, tidak lama setelah
Mekkah berhasil dibuka oleh kaum Muslim.
Persekutuan kaum Badui dari suku Hawazin dan Tsaqif berniat akan
menyerang pasukan Nabi Muhammad Salallahu 'Alaihi Wasallam ketika sedang
mengepung Mekkah. Namun, penaklukan Mekkah berjalan cepat. Nabi Muhammad
Salallahu 'Alaihi Wasallam pun mengetahui maksud suku Hawazin dan Tsaqif, dan
memerintahkan pasukan dia bergerak menuju Hawazin dengan kekuatan 12.000 orang,
terdiri dari 10.000 Muslim yang turut serta dalam penaklukan Mekkah, ditambah 2.000
orang Quraisy Mekkah yang baru masuk Islam. Hal ini terjadi sekitar dua minggu
setelah penaklukan Mekkah, atau empat minggu setelah Nabi Muhammad Salallahu
'Alaihi Wasallam meninggalkan Madinah. Pasukan kaum Badui terdiri dari suku
Hawazin, Tsaqif, bani Hilal, bani Nashr, dan bani Jasyam.
Saat pasukan muslim bergerak menuju daerah Hawazin, pemimpin kaum
Badui Malik bin Auf al-Nasri menyergap mereka di lembah sempit yang bernama
Hunain. Kaum Badui menyerang dari ketinggian, menggunakan batu dan panah, mengejutkan
kaum Muslimin dan menyulitkan organisasi serangan kaum Muslimin. Pasukan Muslim
mulai mundur dalam kekacauan, dan tampaknya akan menderita kekalahan. Pemimpin
Quraisy Abu Sufyan yang ketika itu baru masuk Islam, mengejek dan berkata
"Kaum Muslimin akan lari hingga ke pantai".
Pada saat kritis ini, sepupu Nabi yakni Ali bin Abi Thalib dibantu
pamannya Abbas mengumpulkan kembali pasukan yang melarikan diri, dan organisasi
kaum Muslimin mulai terbentuk kembali. Hal ini juga dibantu dengan sempitnya medan
pertempuran, yang menguntungkan kaum Muslimin sebagai pihak bertahan. Pada saat
ini, seorang pembawa bendera dari kaum Badui menantang pertarungan
satu-lawan-satu. Ali menerima tantangan ini dan berhasil mengalahkannya. Nabi
Muhammad Salallahu 'Alaihi Wasallam lalu memerintahkan serangan umum, dan kaum
Badui mulai melarikan diri dalam dua kelompok. Kelompok pertama nantinya akan
kembali berperang melawan kaum Muslim dalam pertempuran Autas, dan sisanya
mengungsi ke Thaif, dan nantinya akan dikepung oleh kaum Muslim.
Pasukan muslim berhasil menangkap keluarga
dan harta benda dari suku Hawazin, yang dibawa oleh Malik bin Aus ke medan
pertempuran. Rampasan perang ini termasuk 6.000 tawanan, 24.000 unta, 40.000
kambing, serta 4.000 waqih perak (1 waqih = 213 gram perak).
Pertempuran ini mendemonstrasikan keahlian
Ali bin Abi Thalib dalam mengorganisir pasukan dalam keadaan terjepit.
Pertempuran ini juga menunjukkan kemurahan hati kaum Muslimin, yang
memperlakukan tawanan dengan baik dan membebaskan 600 diantaranya secara
cuma-cuma. Sisa tawanan ditahan dalam rumah-rumah khusus hingga berakhirnya
Pengepungan Thaif.
MASUK ISLAMNYA ABU QUHAFAH
Abu Quhafah, ayah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Ketika Nabi SAW memasuki kota Makkah, ia belum memeluk Islam, padahal ia telah
berusia lanjut. Ketika angkatan perang kaum muslimin yang dipimpin oleh Nabi
SAW akan memasuki kota Makkah, dia juga mendengar beritanya, sebagaimana yang
didengar oleh kaum musyrikin Makkah.
Kemudian ketika Nabi dan angkatan perang kaum muslimin sampai di Dzi
Thuwa, Abu Quhafah berkata kepada seorang cucu perempuannya supaya ia dibawa
naik ke Gunung Abu Qubais, pada waktu itu ia sudah buta matanya. Oleh cucunya
ia lalu dibawa naik ke gunung Abu Qubais, lalu Abu Quhafah berkata, "Apa
yang kamu lihat ?". Cucunya menjawab, "Aku melihat sesuatu yang
hitam-hitam berkumpul". Abu Quhafah berkata, "Itu barisan tentara
berkuda". Cucunya berkata, "Aku melihat seorang laki-laki yang
berjalan di muka yang hitam-hitam itu kesana-kemari". Abu Quhafah berkata,
"Hai cucuku, itulah kepala barisan berkuda yang memimpinnya".
Kemudian cucunya berkata lagi, "Demi Allah, sesuatu yang hitam-hitam itu
telah menyebar". Abu Quhafah berkata, "Demi Allah, jika demikian,
barisan berkuda itu telah diberangkatkan, maka sekarang lekaslah kita
pulang".
Kemudian kedua orang itu turun dari bukit
dan pulang ke rumah. Tetapi sebelum sampai di rumahnya, di tengah perjalanan
sudah bertemu dengan pasukan berkuda tersebut. Kemudian ketika Nabi SAW telah masuk kota Makkah dan masuk ke dalam
masjid, datanglah shahabat Abu Bakar dengan menuntun ayahnya yang sudah buta
itu. Sesampai di hadapan Nabi SAW, setelah beliau melihatnya maka beliau
bersabda kepada Abu Bakar, "Mengapa engkau tidak membiarkan orang tuamu
ini di rumah saja, lalu aku yang datang kepadanya ?". Abu Bakar menjawab,
"Ya Rasulullah, dia yang lebih berhaq berjalan untuk datang kepada engkau
daripada engkau datang kepadanya".
Kemudian Abu Quhafah dipersilakan duduk
oleh Nabi SAW, lalu beliau mengusap-usap dengan tangan beliau ke dada Abu
Quhafah, seraya bersabda, "Masuk Islamlah !". Seketika itu juga Abu
Quhafah masuk Islam.
Masuk Islamnya Abul ‘Ash bin Rabi’
Abul ‘Ash bin Rabi’ masih dalam kedaan
musyrik sampai sebelum pembebasan (fathu) kota Mekah. Suatu kali, bersama
beberapa orang tokoh Mekah dia pergi berdagang membawa harta kaum Quraisy ke
Syam. Di dalam perjalanan pulang, dia dicegat oleh ekspedisi Rasulullah saw.
yang berada di bawah komando Zaid bin Haritsah. Kaum Muslimin mengambil seluruh
harta mereka dan menawan beberapa orang di antara mereka. Abul ‘Ash dapat
lolos. Akhirnya, dia masuk ke kota Madinah pada malam hari ke tempat kediaman
Zainab r.a. putri Nabi, dan dia meminta perlindungan kepadanya. Zainab memberi
perlindungan kepada Abul ‘Ash, dan perlindungan itu dia umumkan di masjid
setelah shalat subuh di depan kaum Muslimin. Ketika Rasulullah saw. mendengar
hal itu, beliau berkata kepada para sahabat, “Apakah kalian mendegar seperti
yang aku dengar?”
“Ya,” jawab mereka.
“Demi Dzat yang jiwaku dalam genggaman-Nya,
aku tidak mengetahui hal itu sampai aku mendengarnya sekarang seperti yang
kalian dengar. Boleh memberi perlindungan kepada kaum Muslimin orang yang paling
rendah di antara mereka.”
Kemudian beliau menemui putrinya dan
berkata kepadanya, “Muliakan dia! tetapi jangan sampai dia menyentuhmu, karena
kamu tidak halal baginya.”
Zainab r.a. berkata, “Dia datang untuk
meminta hartanya.”
Rasulullah saw. mengumpulkan seluruh pasukan ekspedisi yang telah
berhasil menawan beberapa tokoh Quraisy dalam kafilah dagang yang dipimpin oleh
Abul ‘Ash dan berhasil pula menyita seluruh harta dan barang dagangan milik
Quraisy. Rasulullah saw. berkata kepada mereka, “Posisi orang ini (maksudnya
Abul ‘Ash) di antara kita sudah kalian ketahui dan kalian sudah menyita
hartanya dan harta itu termasuk di antara harta rampasan (fai`) yang Allah
karuniakan kepada kalian, tetapi aku ingin kalian berbuat baik, dan kalian
kembalikan kepadanya harta miliknya, tetapi kalau kalian keberatan itu adalah
hak kalian.”
Mereka berkata, “Kami akan kembalikan
semuanya.”
Dan memang, akhirnya mereka mengembalikan
semua yang mereka ambil sampai tali dan kendil tempat air. Ketika semua
hartanya telah kembali kepadanya, Abul ‘Ash kembali ke Mekah dan dia pulangkan
seluruh harta tersebut kepada pemiliknya lalu dia berkata, “Asyhadu an laa
ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaah, tak ada yang
menghalangiku masuk Islam (saat berada di Madinah, pent.) selain aku khawatir
kalian menyangka aku memakan harta kalian.” Kemudian dia hijrah ke Madinah
sebagai seorang muslim. Lalu, Rasulullah saw. mengembalikan putrinya kepadanya
dengan akad nikah yang lama. Keislaman Abul ‘Ash semakin baik. Dia wafat pada
tahun 12 H.[4]
C.
Penutup
Pada Tahun ke 8 Hijriyah banyak terjadi peristiwa penting dalam
sejarah umat Islam. Diantaranya yaitu masuknya beberapa tokoh yang berpengaruh
yaitu Amr bin Ash, Khalid bin Walid, Ustman bin Thalhah. Dalam tahun tersebut
juga terjadi peprangan yang terkenal yaitu perang Mu’tah yang di ceritakan
bahwa panglima-panglima Islam banyak yang gugur di mendan pertempuran tersebut
salah satunya Ja’far bin Abi thalib.
Salah satu peristiwa yang sangat penting adalah fathul mekah. Ketika
itu terjadi pelanggaran terhadap perjanjian yang di sepakatiyaitu perjanjia
hudaibiyah.
Sehingga
akhirnya mekah dapat di bebaskan dari segala berhala.
D.
Daftar
Pustaka
Dhiya’ Al-Umuri. Karam.2010. Shahih Shirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka as-Sunnah
Shihab, Quraish. 2012. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW Dalam
Sorotan Alqur’an dan hadist-hadist Shahih,Tangerang : Lentera Hati
Haekal
, Muhammad Husain. 2015. Sejarah hidup Muhammad, Pustaka Akhlak,
[1] Quraish
Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW Dalam Sorotan Alqur’an dan
hadist-hadist Shahih, (Tangerang : Lentera Hati, 2012) hal. 879-881
[2] Muhammad
Husain Haekal. Sejarah hidup Muhammad, (Pustaka Akhlak, 2015).hlm 634
[3] Karam Dhiya’ Al-Umuri. 2010. Shahih Shirah
Nabawiyah. Jakarta: Pustaka as-Sunnah
[4] Quraish
Shihab.loc,it. Hlm 896-900
Komentar
Posting Komentar